Pasar Seni ITB 2025

Post a Comment
Tanggal 18 - 19 Oktober 2025 menjadi tanggal istimewa bagi saya. Pasar Seni ITB 2025 menjadi 'perayaan' yang ditunggu di tahun ini.

Institut Teknologi Bandung

Rasanya tak ada orang yang tak mengenal Institut Teknologi Bandung atau yang biasa disebut ITB. Kampus yang diresmikan pada tahun 1920 ini berada tak jauh dari Gedung Sate Bandung dan Jalan Dago Bandung. ITB juga tak jauh dari rumah Embah yang dahulu biasa kami lewati saat ingin healing ke Kebun Binatang Bandung. 

Menjadi mahasiswa ITB menjadi cita-cita kami. Saat Embah, nenek dari pihak Ibunda, masih ada, tak ada satupun cucunya yang mampu menembus de Techniche Hoogeschool te Bandung (TH) ini. 

Saat masih SMA dulu, saya sering diajak Teh Eneng, kakak sepupu saya yang paling tua untuk main ke perpustakaan ITB yang terbuka untuk umum. ITB memiliki lahan seluas 30 hektar dan berdiri gedung-gedung dengan desain arsitektur unik tempo dulu yang memadukan arsitektur nusantara dan Eropa yang dikenal dengan nama arsitektur Indisch. 

Di selasarnya, kami bermimpi untuk bisa kuliah di kampus yang meraih peringkat ke-281 dalam QS World University Ranking 2024 dan peringkat ke-74 dalam Asian University Ranking 2024. (sumber situs ITB.ac.id). Sayangnya kami berdua sama-sama melanjutkan kuliah di universitas lain selepas SMA.

Pasar Seni

Saat kuliah, Teh Eneng memperkenalkan saya dengan Pasar Seni ITB. Dalam ingatan saya, Pasar Seni ITB nampak seperti bazzar sangat meriah penuh dengan karya seni menakjubkan. 

Pasar Seni ITB pertama kali diselenggarakan di tahun 1972 digagas Prof. A.D. Pirous, dosen Fakultas Desain dan Seni Rupa (FSRD). Pasar Seni ITB menjadi ajang pertemuan seniman (dan karyanya) dengan masyarakat umum yang antusias melihat keunikan berbagai karya seni yang ditampilkan.

Peserta Pasar Seni ITB tak hanya dari kampus ITB namun juga siapapun yang lolos seleksi dengan karya dari berbagai media (lukis, patung, keramik, grafis, media campuran atau lainnya).

Selain menjadi ajang temu alumni, Pasar Seni ITB menjadi hiburan dan edukasi seni bagi masyarakat umum. Berhubung saya dan Teh Eneng masih sama-sama jomblo dan belum bekerja, tentunya kami hanya menghabiskan waktu dengan melihat-lihat saja tanpa membeli apapun😎

Dari tahun 1972 Pasar Seni ITB baru diselenggarakan sebanyak 11 kali dan sempat terhenti hingga tahun 2014. Saya dan Teh Eneng menanti dengan setia. 

Terlebih di awal tahun 2000, Teh Eneng akhirnya menikah dengan seorang lulusan ITB yang pastinya membawa semangat tersendiri untuk selalu hadir di Pasar Seni ITB. Begitupun dengan saya, yang belasan tahun kemudian akhirnya mengukuhkan impian masa kecil dulu menjadi bagian dari kampus Ganesha.

Pasar Seni ITB 2025

Menjelang akhir tahun 2025, kabar gembira datang lewat grup whatsapp. Pasar Seni ITB akan kembali digelar setelah lama vakum. Terlebih adanya media sosial membuat Pasar Seni ITB 2025 menjadi salah satu agenda wajib wisatawan saat berkunjung ke Bandung.

Salah seorang teman membagikan link untuk pemesanan tiket. Satu akun gmail hanya diperkenankan mendapatkan 10 tiket saja. Setiap pemesan mendapatkan tiket dengan barcode dan jam kunjungan untuk menghindarai keramaian. Saya antusias mengajak Zauji untuk hadir dan mengosongkan jadwal di hari Sabtu dan Minggu.

Tahun ini, Pasar Seni ITB menggelar tema 'Setakat Leket: Laku, Temu, Laju'. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, acara berlangsung selama dua hari pada 18–19 Oktober 2025 di kawasan Kampus Ganesha ITB dan ruas‑ruas Jalan Ganesha. 

Di hari Sabtu, tanggal 18 Oktober 2025, teman Menong bisa menikmati pertunjukan dari berbagai artis ternama di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). Di hari Minggu tanggal 19 Oktober 2025, kegiatan dipusatkan di Jalan Ganesha dan sekitarnya.

Kekuatan media sosial membuat animo masyarakat dan wisatawan menjadi tak terbendung. Dari review di medsos, akhirnya saya memutuskan hadir di hari Minggu pagi. Jam 8 pagi kami sengaja menitipkan motor untuk parkir di area Balubur Town Square (Baltos) yang berjarak 1 km lebih. 

Rupanya banyak orang berpikiran sama. Area pintu masuk Pasar Seni sudah dipadati calon pengunjung. Saya menunjukan tiket yang sudah kami pesan plus aplikasi salah satu official partner Pasar Seni sehingga kami melenggang masuk dengan mudah.

Di dekat pintu tiket, kami bertemu Walikota Bandung yang saat itu sedang menyapa salah satu warga lansia (nampaknya alumni ITB) yang antusias memasuki area pameran. 

Ada panggung besar tepat di seberang gerbang utama kampus. Mungkin saya lebih bersemangat karena kali ini saya ditemani Zauji berbeda di tahun 2014 saat saya masih melenggang sendiri😝
Tak banyak yang bisa saya pahami karena jujur saja saya bukan orang yang berjiwa seni. Kami menikmati euforia alumni dan mahasiswa yang saling bertegur sapa, bercengkrama, bernyanyi dan menari. 

Saat itu pula saya baru menyadari 'mudahnya' membedakan Aula Barat dan Aula Timur yang tak pernah bisa saya sebutkan dengan benar saat masih menjadi bagian dari kampus Ganesha.
Kami berjalan berkeliling menyusuri setiap karya seni yang ditampilkan. Ada 200 stan dan 100 komunitas seni yang bergabung membuat teman Menong tak akan merasa bosan. 

Pengunjung semakin ramai menjelang siang. Hampir setiap stan makanan penuh dengan antrian. Akhirnya kami tiba di panggung yang berada di plawid (tempat air mancur dan kanar air di dalam kampus ITB). Nampaknya tempat ini menjadi ujung Pasar Seni ITB karena kami tak bisa menerabas masuk menuju area perkuliahan.

Berhubung rintik hujan mulai turun, Zauji mengajak saya untuk bergegas pulang karena kami harus berjalan jauh menuju parkiran motor. Pasar Seni ITB 2025 memberikan warna tersendiri bagi warga Bandung.

Bagi saya pribadi, Pasar Seni ITB adalah cerita. Cerita tentang suami Teh Eneng yang telah berpulang di tahun 2019 (Al Fatihah untuk beliau) dan cerita sedih, seru dan membahagiakan saat dulu menghabiskan hampir setiap hari berada di kampus ini.

Related Posts

Post a Comment