Teman Menong pasti sudah tahu bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang berdirinya banyak kerajaan yang tersebar di seluruh Nusantara. Bebapa kerajaan masih banya dikenal hingga kini namun sebagian lagi seolah tenggelam dalam sejarah dan nyaris dilupakan. Mengenal keberadaan istana kerjaan menjadi hal yang saya sukai saat berkunjung ke banya tempat.
Keberadaan kerajaan di Nusantasa diawali dengan kerajaan bercorak Hindu-Buddha dan lalu mulai mengalami pergeseran seiring datangnya pengaruh agama Islam ke Nusantara. Berdirinya kerajaan Islam menjadi babak selanjutnya hingga akhir masa penjajahan. Tanpa ada persatuan dari seluruh masyarakat, begitu pula istana kerajaan yang masih berjaya saat itu, rasanya mustahil kita akan menikmati kemerdekaan Indonesia. Istana kerajaan pastinya turut mendukung berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kali ini saya akan mengajak teman Menong untuk jalan-jalan mengenal istana kerajaan yang jaya di masa silam.
Istana Tanjungpura – Matan, Ketapang, Kalimantan Barat
Destinasi kedua di Kalimantan Barat yang saya kunjungi di awal tahun 2017 adalah Kabupaten Ketapang. Berjarak kurang lebih 50 menit penerbangan dari Pontianak, Ketapang menjadi kota favorit saya. Selain menyajikan beraneka kuliner yang rasanya luar biasa seperti ikan baung asam pedas, durian atau sayur pakis yang tak pernah saya nikmati di Bandung, Ketapang menyimpan banyak wisata seni budaya dan sejarah. Sejarah Ketapang tak akan pernah lepas dari kerajaan yang pernah berdiri megah di masa lampau.
Usai menikmati kuliner, kami berbelok arah menyusuri tepian Sungai Pawan tempat Kerajaan Matan Tanjungpura berdiri dahulu kala. Kerajaan Tanjungpura – Matan yang merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat terletak di Ketapang, Kalimantan Barat. Istana Kerajaan Matan yang didominasi dengan nuansa kuning dan beratap kayu ini memiliki banyak cerita.
Bila dibandingkan kerajaan lain, letak istana Kerajaan Matan ini relatif lebih sepi. Hanya satu orang penjaga yang kemudian menemani kami berkeliling. Diperkirakan dibangun pada tahun 1924 M, bangunan istana sering mengalami renovasi. Seperti Istana Kadariah di Pontianak, Kalimantan Barat, kayu ulin menjadi kayu utama yang menyangga bangunan. Saat ini istana Kerajaan Matan difungsikan sebagai museum memorabilia yang masih dipelihara dengan baik. Ada kesedihan yang tersirat saat saya membaca sejarah kerajaan Matan ini. Banyak barang peninggalan yang dipajang dan diberi catatan mengenainya.
Salah satunya kisah Raja Gusti Muhammad Saunan yang dijemput pasukan Jepang dan tak pernah kembali. Saat mendengar kisahnya, saya berdiam diri selama beberapa waktu sembari memandangi baju peninggalan beliau yang terpajang di etalase. Terbayang rasa takut dan sedih yang beliau dan keluarga rasakan saat itu.
Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara
Juli 2018, saya mendarat di ibukota provinsi Sumatera Utara, Medan. Terkenal sebagai kota besar dengan segudang kesibukannya, ternyata Medan menyimpan daya tarik sendiri terutama di bidang wisata sejarah untuk mengenal istana kerajaan di Indonesia. Istana Maimun, terletak tak jauh dari tempat kami menginap, saya dan teman memutuskan untuk berjalan kaki sambil menikmati indahnya sore hari kota Melayu Deli ini.
Terletak di Jalan Brigjen Katamso No 66, Istana Maimun buka setiap hari dari mulai jam 08.00 – 17.00 WIB, Istana Maimun mengundang teman Menong untuk berkenalan dengan ikon kota Medan ini. Didominasi dengan warna kuning, istana berluas ± 2.722 m2 ini memiliki arsitektur khas budaya melayu islam dengan eropa. Warna kuning sendiri memiliki makna khas Melayu dan warna kebesaran kerajaan Deli. Lengkungan (arcade) pada bagian atap yang menyerupai perahu terbaik menjadi ciri bangunan islam seperti halnya bangunan di kawasan Timur Tengah.
Disambut tangga berlapis marmer yang didatangkan langsung dari Italia, teman Menong dapat menikmati langsung ruangan penuh dengan perabotan dan hiasan khas istana. Setiap ruangan tentunya memiliki fungsi masing-masing seperti penobatan raja atau menerima tamu.
Didirkan pada tanggal 26 Agustus 1888, istana ini memiliki 2 lantai, 30 ruangan dan 3 bagian yaitu bangunan induk singgasana raja, sayap kanan dan sayap kiri. Istana ini merupakan peninggalan Kesultanan Deli yang didirikan Sulan Mahmoed Al Rasyid Perkasa Alamsyah yang merupakan keturunan ke-9 Kesultanan Deli.
Tak dapat dipungkiri, keindahan istana ini masih terpancar. Setiap detil dan ornamen unik terasa menyegarkan mata. Di ruangan utama seluas ± 412 m2, teman Menong dapat melihat dan berfoto berlatar tahta yang didominasi warna kuning. Banyak pengunjung yang memanfaatkan momen seru berkeliling istana termasuk saya dan teman.
Teman Menong dapat menyewa pakaian putri Kesultanan Deli selama mengunjungi museum dan menjadi putri sehari di Istana Maimun Medan. Bertarif Rp.60.000, teman Menong dapat memilih warna dan corak yang sesuai dengan pilihan dan berjalan-jalan mengelilingi istana sambil mengenakan pakaian khas putri sultan. Setiap sudut istana dapat teman Menong jadikan spot untuk berfoto.
Dan tebak, saya dan teman pun ikut merasakan menjadi putri sehari di istana Maimun ini dengan menyewa pakaian khas putri sultan. Kami berdua berjalan anggunly sembari melihat-lihat seisi istana. Benar-benar hari yang penuh kegabutan bagi kami berdua.
Seru ya mengenal istana kerajaan di Indonesia. Tak hanya sekedar cuci mata namun juga bisa menyelami sejarah bangsa yang kuat dan mempesona dengan segala keindahannya.
Post a Comment
Post a Comment