Saat berkunjung ke suatu daerah, saya biasanya selalu mencari informasi destinasi wisata terdekat yang bisa kami sambangi.Salah satu yang saya sukai adalah mengunjungi situs sejarah diantaranya kerajaan atau kesultanan yang pernah berjaya di Nusantara. Istana Kadariah yang terletak di Pontianak, Kalimantan adalah salah satunya.
Pontianak
Pontianak merupakan ibukota dari Provinsi Kalimantan Barat. Kota ini berada di antara dua sungai yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Pontianak merupakan kota istimewa karena berada di garis khatulistiwa. Saat di sekolah dulu kita belajar garis lintang dan garis bujur untuk menerangkan posisi imajiner wilayah Indonesia.
Indonesia sendiri dilewati garis khatulistiwa, garis lintang 0 derajat yang mengelilingi bumi.
Ada 12 negara yang dilewati garis khatulistiwa namun hanya ada 1 kota yang persis memisahkan belahan bumi utara dan selatan yaitu kota Pontianak, Kalimantan Barat. Garis khatulistiwa ini sangat istimewa membuat saya tak bisa menolak ajakan untuk Pontianak.
Pontianak sendiri terletak di garis imajiner 0° 02’ 24” LU – 0° 01’ 37” LS 109° 16’ 25” – 109° 23’ 04” BT.
Di Tugu Khatulistiwa yang didirikan pada tahun 1928 oleh Tim Ekspedisi Geografi Belanda, teman Menong dapat melihat papan informasi yang menjelaskan sejarah Tugu Khatulistiwa dan ilmu sains yang berhubungan dengan khatulistiwa. Tugu ini awalnya berupa hanya tonggak namun disempurnakan pada tahun 1930.
Selain mengunjungi Tugu Khatulistiwa, rekan saya menawarkan diri untuk menemani kami mengunjungi salah satu istana yang dahulu pernah jaya di jamannya, Istana Kadariah. Selepas mampir di Tugu Khatulistiwa, kami langsung meluncur ke Jalan. Tanjung Raya 1, Dalam Bugis, Kecamatan. Pontianak Timur.
Kawasan Inti Cagar Budaya
Istana Kadariah berada di Kawasan Inti Cagar Budaya. Namun tak dikira, istana ini berada di pemukiman penduduk. Sekilas tak tampak tanda-tanda kawasan cagar budaya yang kami tuju. Kami menelusuri jalanan menuju istana Kadriah dengan rumah-rumah penduduk yang nampak sederhana. Aktivitas terlihat seperti umumnya. Tak ada yang istimewa meski kami semakin dekat dengan istana dengan warna kuning yang nampak mencolok dari kejauhan.
Kawasan bernilai sejarah ini telah ada sejak tahun 1771 dan sekaligus menjadi cikal bakal Kota Pontianak. Istana Kadriah dibangun oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, putra dari Habib Husein Alkadrie, seorang ulama asal Arab yang menyebarkan agama Islam di Pontianak. Istana Kadariah terletak di pinggir sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Teman Menong bisa membayangkan kejayaannya karena berada di lokasi sangat strategis.
Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka hutan yang berada di persimpangan Sungai Kapuas Kecil, Sungai Kapuas Besar dan Sungai Landak. Konon, nama'Pontianak' berasal dari nama hantu perempuan dalam budaya Melayu. Hantu ini digambarkan sebagai roh wanita yang meninggal saat hami atau melahirkan dan biasanya berada di tepian sungai. Hantu inilah yang mengganggu Sultan Syarif saat membebat lahan di pinggir sungai.
Untuk menghalau hantu-hatu perempuan itu, Sultan Syarif menembakkan meriam yang lokasinya berada di tempat Istana Kadariah didirikan sedangkan lokasi tempat meriam jatuh menjadi lokasi didirkannya Kota Pontianak. Benar-benar cerita yang mind blowing ya?
Ponti juga bisa berasal dari bahasa Pontianak yang berarti 'pohon tinggi' atau 'potian' yang berarti tempat singgah. Mungkin inilah asal yang lebih mendekati makna sebenarnya karena Pontianak berada di jalur strategis pusat perdagangan dan pelabuhan utama yang pastinya banyak disinggahi.
Istana Kadariah
Istana Kadariah berdiri hingga tahun 1950 dan dipimpin oleh delapan sultan sebelum akhirnya bergabung dan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak hanya itu, Sultan Syarif Hamid II Alkadrie atau Sultan Hamid II yang memegang tahta dari tahun 1945-1950 merupakan tokoh yang sangat penting bagi negeri ini. Beliau lah yang merancang lambangn burung garuda berkalung perisai Pancasila.
Tak ada tiket untuk masuk ke area istana. Saat menjejakan kaki di pelataran istana, teman Menong akan terpana dengan konstruksi Istana Kadariah yang berbentuk rumah panggung dari kayu dan terbuat dari kayu dengan atap dibuat bertingkat tiga. Kayu yang digunakan adalah jenis kayu ulin. Kayu ulin sangat kokoh dan kuat serta tahan air. Kayu ulin yang digunakan sebagai konstruksi Istana Kadariah sudah berumur 245 tahun. Wow!
Istana ini terdiri dari 4 lantai dengan serambi luas mengelilingi bangunan yang nuansa kuning dan hijau. Ada tiga balai yang digunakan yaitu Balai Cermin sebagai tempat sultan menerima tamu, Balai Kisi-kisi sebagai tempat tinggal kerabat Sultan dan Balai Sari sebagai tempat tinggal putra putri sultan.
Meski terkesan tidak begitu terpelihara dengan baik, istana ini masih tetap mengguratkan kemegahan masa lampau. Teman Menong bisa mengagumi teras yang luas dengan pintu ukiran, jendela berukuran besar berhias kaca kristal. Tiangnya yang melengkung dan hiasan berbentuk bulan dan bintang menandakan adanya pengaruh Timur Tengah.
Bagian dalam istana tidak dibuka namun saya bisa mengintip dari jendela. Penjelasan tentang istana ini disampaikan oleh penjaga istana. Berdasarkan informasi bagian belakang istana masih dihuni oleh keturunan sultan. Sayapun menyempatkan untuk mengintip ke area belakang, sayangnya suasana terlihat sepi. Saya termenung, membayangkan megahnya Istana Kadariah ini dahulu kala.
Post a Comment
Post a Comment