Kenangan Masa Kecil Yang Tak Terlupakan Bagian 2

Post a Comment
Kenangan masa kecil

Kali ini saya akan membagikan sepenggal kenangan masa kecil yang tak terlupakan di tempat-tempat yang selalu membangkitkan rasa haru setiap melewatinya.

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju)

Pasca pembangunan Pusdai, saya menetap di rumah Embah yang letaknya tak jauh dari Universitas Padjadjaran Bandung, Jalan Dipatiukur No 46. Gencarnya penataan kota membuat banyak isu berhembus terlebih masih banyak bangunan berstatus HGB atau Hak Guna Bangunan yang rentan terhadap penggusuran, terlebih di daerah yang dekat dengan Gedung Sate.

Dan ini terjadi pula pada perkampungan warga yang terletak tepat di depan Unpad. Sebagian teman sekolah menetap di perkampungan ini, jadilah saya mengenal seluk beluk gang di kawasan ini. Terlebih lagi Embah sering menyuruh saya berbelanja di satu-satunya pasar tradisional terdekat. Berbekal sobekan kertas yang berisi daftar barang yang harus dibeli, saya menelusuri setiap gang pasar. Saya masih mengingat letak kios penjual termasuk penjual kupat tahu petis dan bakso langganan saya. 

Pernah satu waktu, Embah menulis sesuatu yang tidak saya pahami, ‘hurang’. Setelah beberapa mencari barulah saya tahu kalau ‘hurang’ itu adalah ‘udang’, padahal saya sudah melewati penjualnya berkali-kali tapi malu bertanya😌

Saya juga pernah menangis tak berdarah karena Embah menuliskan daftar belanjaan di sobekan Kartu Rencana Studi (KRS) yang mustinya jadi berkas penting😭

Sayangnya semua kenangan masa kecil yang tak terlupakan ini hilang saat monumen berbentuk bambu runcing ini dibangun sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat. Secara tata letak, Monju yang memiliki luas 72.000 m2 ini berada dalam garis lurus dengan Lapangan Gasibu dan Gedung Sate Bandung. Sejak diresmikan tahun 1995, Monju telah mengalami renovasi berulang kali dan terakhir di akhir tahun 2023 ini.

Sempat dijadikan taman tertutup, lalu area taman yang dikelilingi pagar dan akhirnya diubah menjadi area terbuka, Monju tetap mendapat tempat di hati saya. Dahulu Monju selalu dijadikan panggung pertunjukan yang dihadiri artis-artis papan atas di pergantian tahun.
Saya pribadi tak pernah mengikuti rangkaian tahun baru karena suara hingar bingar ini bisa saya dengar langsung dari rumah Embah. Sesekali karena terbangun oleh riuhnya suasana, saya menyempatkan keluar hanya beberapa menit menjelang tengah malam hanya berbaju tidur dan beralas sendal jepit.

Saya sendiri melanjutkan kuliah tak jauh dari rumah Embah. Berhubung hampir semua teman kuliah memilih kost di seputaran kampus, saya sudah terbiasa menginap di kost an teman saat menyelesaikan tugas. 

Salah satu momen berkesan saat kami nongkrong di area Museum Monju selepas berburu kuliner malam. Karena asyik mengobrol kami tak menyadari kalau pintu masuk dikunci saat jam malam lewat. Dan akhirnya kami berlima naik pagar yang tingginya menjulang dan runcing agar bisa meloncat turun keluar😱
monumen rakyat jawa barat

Kebun Binatang Bandung

Sama seperti Taman Hutan Raya (Tahura) Dago Pakar yang didirikan di jaman Belanda, ikon lain dari Kota Bandung yang terletak di Jalan Taman Sari ini sudah didirikan sejak tahun 1933. Berjarak 1,4 km dari Sungai Cikapundung dan berseberangan dengan kampus Institut Teknologi Bandung. 

Meski tak seluas dan tak selengkap Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, Kebun Binatang Bandung menjadi alternatif destinasi wisata Kota Bandung dan Jawa Barat pada umumnya. Saya sendiri baru mengetahui bila Kebun Binatang Bandung bukanlah milik pemerintah melainkan yayasan sejak tahun 1957.

Saat kecil dulu, saya sering diajak Ayahanda untuk ‘menengok’ satwa-satwa. Saya teringat meminta Ayahanda menggendong saya karena ketakutan melihat kambing yang berkeliaran begitu saja. Selain itu saya selalu bertemu dengan sekelompok wanita setengah baya penderita amelia atau phocomelia di gerbang masuk kebun binatang. 

Amelia merupakan kondisi seseorang yang tak memiliki kaki yang sempurna sejak lahir akibat kelainan genetik yang mempengaruhi perkembangan alat gerak janin. Al Fatihah untuk beliau semua.

Saat kecil dulu saya tak pernah punya nyali untuk menaiki perahu karena melihat gelapnya dasar air yang terlihat dari permukaan. Setelah dewasa baru lah saya menyadari bila dalamnya kolam hanya sebatas lutut orang dewasa saja😀.

Saking seringnya mengunjungi kebun binatang, saya hapal lokasi setiap satwa. Kebun binatang juga tempat kami ‘melarikan diri’ saat kami mumet dengan tugas kampus. Terkadang kami menyengaja menyerang jalan hanya untuk healing ala mahasiswa minim budget dengan berkeliling kebun binatang. Hobi ini sempat terhenti gara-gara gajah tunggangan yang kami naiki memiliki nama yang sama persis dengan nama saya😒
kebun binatang bandung


Sempat terjadi kericuhan perihal lahan sengketa dan satwa yang kurus tak terawat, Bandung Zoo mulai berbenah dan bangkit. Kenangan masa kecil yang tak terlupakan inilah yang membuat saya merasa tak lengkap bila tak mengunjungi Kebun Binatang Bandung setiap tahunnya, khususnya di libur lebaran. Namun ide ini sekarang sering ditolak Zauji karena tak tega melihat satwa yang terkurung terlebih (dulu) sempat berhembus kabar tak terawat dengan baik karena kurangnya pemasukan yayasan.


Banyak tempat yang selalu menghentakan ingatan saat saya melaluinya. Termasuk Lapangan Gasibu yang setiap Jumat kami gunakan untuk berolah raga santai. Dahulu, saya selalu menuntun tangan Embah untuk melaksanakan Sholat Ied di tempat ini. Kini bersama Zauji lah saya terkadang menapaki lagi kenangan masa kecil yang tak terlupakan sambil bercerita sepanjang jalan. Bagaimana dengan teman Menong? Kenangan masa kecil apa yang masih selalu diingat hingga kini?

Related Posts

Post a Comment