Pengalaman Operasi Ablasio Retina Bagian 11

Post a Comment
Kali ini kami akan berbagi kisah pengalaman operasi ablasio retina yang sudah kami lalui lebih dari satu tahun. Ablasio retina merupakan kondisi terlepasnya retina atau selaput jala dari posisi aslinya yang dapat menyebabkan kebutaan secara permanen karena retina kurang mendapat asupan oksigen dan nutrisi. Salah satu penyebab terjadinya ablasio retina adalah minus tinggi seperti yang dialami Zauji sejak lama.

Setelah menjalani 7 kali operasi, kami melakukan rutinitas untuk berjumpa dengan dokter subspesialis retina setiap bulan baik di klinik reguler BPJS ataupun di klinik paviliun RS Cicendo Bandung. 

Hasil pemeriksaan Optical coherence tomography (OCT) sebelumnya menunjukan menurunnya kondisi papil. Setelah melakukan konsultasi, dokter menyatakan akan melakukan observasi selama dua bulan untuk membandingkan hasil OCT bulan ini dan dua bulan berikutnya. Apabila ada perubahan berupa penurunan yang signifikan maka dipastikan silikon oksana berpengaruh negatif terhadap kondisi papil. 

Pemeriksaan OCT Kedua

Dua bulan kemudian, tibalah kami di hari pemeriksaan OCT kedua. OCT sedianya akan kami lakukan menggunakan layanan BPJS. Karena itu kami kembali ke klinik reguler BPJS sesuai jadwal. Sengaja kami jadwalkan klinik reguler BPJS di hari Selasa sehingga apabila ada hal yang perlu kami tanyakan kepada Prof. dr. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, Sp.M(K), M.Kes, MM, Ph.D, kami bisa menemui beliau pada hari Rabu di klinik paviliun. 

Karena sudah mendaftar sejak 2 bulan sebelumnya, kami mendapat giliran dengan urutan pertama di klinik reguler poli retina. Tahapan skrining Covid 19 pun dilakukan via online dengan mengisi google form. Dengan urutan no 1, kami diperbolehkan memasuki ruangan tunggu tepat jam 07.00 WIB.

Begitu tiba di klinik retina kami langsung menyampaikan kepada dokter bahwa kami diharuskan melakukan pemeriksaan OCT yang kedua berdasarkan catatan yang diberikan Prof Arief. 

Seperti halnya pemeriksaan OCT yang pertama, hasil OCT sudah bisa kami dapatkan hari itu juga. Dari hasil pindai OCT, sebagai orang awam saya dapat membaca bahwa terjadi penurunan kondisi papil. Dan benarnya saja, dokter membenarkan adanya perbedaan dari OCT pertama namun dokter kepala (dokter konsulen subspesialis retina) menyatakan kami tidak perlu khawatir mengenai kondisi tersebut. Hal yang terpenting adalah pasca operasi ablsio retina yang ketujuh, posisi retina yang masih menempel.

OCT

Tekanan Bola Mata

Yang perlu kami waspadai tekanan bola mata yang kembali naik di posisi 40. Dokter kembali meresepkan obat penurun tekanan bola mata yaitu timol, yang kali ini dilengkapi dengan glaupen, glaucon, aspar K dan vitamin mata sekaligus. 

Tetiba saya ingat kalau beberapa hari sebelumnya Zauji mengeluhkan mata kanannya yang sakit luar biasa. Hal ini biasa nya menjadi pertanda adanya kenaikan tekanan mata. Dan seperti biasa, penggunaan glaucon dan aspar K akan menimbulkan kesemutan yang menjalar di beberapa bagian tubuh seperti tangan sehingga dokter menyarankan agar Zauji mengkonsumsi lebih banyak sumber kalium seperti pisang.

Secara eksplisit dokter menenangkan kami dan menyarankan agar dua minggu kedepan kami kembali di klinik regules BPJS untuk kontrol kondisi tekanan bola mata pasca pemberian obat tetes mata sekaligus mengganti kaca mata Zauji dengan ukuran baru agar lebih nyaman.

Jadilah kami kembali dua minggu kemudian. Alhamdulillah, tekanan bola mata kembali turun pada posisi 24. Kali ini tujuan kami ke klinik refraksi guna mengecek minus mata Zauji. Berbeda dengan klinik retina dan glaukoma, antrian di klinik refraksi tidak sebanyak klinik lain. Selama mengalami sendiri pengalaman operasi ablasio retina baru kali ini Zauji 'berkunjung' ke klinik refraksi.

Tak banyak berdiskusi dengan dokter karena mata kanan masih dalam kondisi yang belum pullih. Tak sampai satu jam, resep kaca mata baru sudah kami terima.

Karena masih dalam status observasi, tak banyak yang bisa kami diskusikan dengan dokter bagian retina. Hanya saja, sejak 2 bulan terakhir, mata Zauji bereaksi alergi apabila diberi obat tetes pembesar papil. Dokter sendiri tidak memberikan penjelasan karena hal ini jarang sekali terjadi. Sebetulnya obat tetes ini menjadi bagian dari prosedur pra pemeriksaan visus namun entahlah reaksi alergi ini terkadang baru menghilang selepas 4 hari.

Ada cerita apa lagi ya? Pengalaman operasi ablasio retina membawa kami 'berkelana' ke berbagai klinik di RS Cicendo. Dalam beberapa kesempatan kami juga berkenalan dengan pasien lain dengan kasus yang berbeda-beda. Alhamdulillah ala kulli hal, kisah selanjutnya semoga berakhir dengan kabar yang lebih baik.

Related Posts

Post a Comment