LDR Saat Lebaran

Post a Comment
Alhamdulillah, hari yang dinanti seluruh umat muslim sudah ada di depan mata. Tahun ini menjadi tahun kedua bagi kita semua berlebaran di tengah suasana pandmei Covid 19. Berbeda dengan tahun lalu, tahun ini banyak daerah yang sudah diperkenankan menggelar sholat ied dan tentunya dengan protokol kesehatan ketat yang harus dilaksanakan. Dan tahun ini, saya dan Zauji menjalani LDR saat lebaran. Bagaimana ceritanya?

 

Tradisi Lebaran

Seperti halnya tradisi berlebaran di setiap rumah, keluarga kami mempunyai kebiasaan rutin meski kebiasaan Ibunda dan Ibunda Zauji tentunya tak akan sama. Setiap tahun Ibunda selalu menyiapkan menu khusus khas lebaran seperti ketupat lengkap dengan opor, rendang, sambal goreng ati (pete), dan ase cabe. Jangan lupa rujak asinan segar sebagai pelengkap. Tahun ini, meski sudah dinyatakan sehat oleh dokter, Ibunda memasak dengan bantuan Bibi saya yang biasa menemani beliau saat kontrol ke dokter.

Ibunda Zauji sendiri tak pernah mengkhususkan memasak menu khas lebaran. Beliau lebih memilih menu-menu favorit anak dan cucu yang biasanya datang berkunjung seperti bihun dan lemper. 

Seperti dahulu di rumah Embah, H-1 lebaran biasanya dijalani dengan ritual ‘berburu’ bunga sedap malam dan bunga hias lainnya. Biasanya saya menemani Ibunda Zauji memilih bunga di pasar dekat rumah. Yang tak kalah heran, rasanya setiap tahun kami harus selalu membeli vas bunga yang entah tersimpan dimana setiap diperlukan. Karena membatasi bepergian, tahun ini kami cukup memetik bunga mawar dari sepetak kebun di depan rumah.

LDR

Tahun ini menjadi tahun kedua pula bagi saya dan Zauji untuk menjalani ramadhan tanpa terpisah jarak. Rasanya tentu berbeda karena kami berkesempatan menikmati indahnya ramadhan berdua. Namun sayang, tahun ini menjadi lebaran kedua yang kami jalani berjauhan.

Terpisah hanya 45 – 60 menit perjalanan antar rumah Ibunda Zauji dan Ibunda, kami bersepakat untuk lebaran di tempat berbeda. Seperti halnya Ibunda yang tinggal sendiri, bila lebaran tiba, Ibunda Zauji pun hanya ditemani Zauji karena anak dan cucu beliau lebih sering berlebaran di rumah besan. Biasanya Zauji akan menyusul ke rumah Ibunda selepas sholat ied dan sarapan.

Tak ada seremoni khusus seperti sungkeman atau apapun bagi kami berdua. Saya dan Zauji terbiasa saling meminta maaf kapanpun saat kami berdua merasa harus untuk meminta maaf.

Terkesan tak lazim karena tidak bersama di hari istimewa, inilah cara kami berdua untuk tetap birrul walidain meski kami sudah menikah. Atas ijin dan ridho Zauji, saya tetap bisa mengunjungi Ibunda setiap minggu atau mengantar beliau untuk kontrol setiap bulan. Bagi Zauji, seorang anak perempuan tetap memiliki kewajiban berbakti kepada orang tuanya meskipun sudah menikah. Dan kebaikan sang istri, Insya Allah akan menjadi ladang pahala bagi suami.

Meski kami berdua menjalani LDR saat lebaran, yang terpenting kedua ibunda kami sehat dan bahagia di hari raya💗

Related Posts

Post a Comment