Pengalaman Terpapar Covid 19 Bagi Yang Sudah Divaksin

Post a Comment
Akhir bulan Juni, sepertinya menjadi momentum yang luar biasa bagi kami sekeluarga karena Qodarullah kami mengalami pengalaman terpapar covid 19 bagi yang sudah divaksin. Saat itu, pemerintah mulai melakukan pembatasan kegiatan karena lonjakan kasus Covid 19. 

Kewaspadaan lebih meningkat dibanding biasanya. Berawal di minggu ketiga di bulan Juni, saya merasakan gejala flu seusai rentetan aktivitas di kantor. Satu yang saya ingat, di hari itu saya menikmati satu cup mocca float, favorit saya untuk meredakan haus di tenggorokan saya. Mendung seakan menggelayut di langit kota Bandung membuat udara menjadi lebih dingin dan berangin dari biasanya.

Sakit

Keesokan harinya, badan saya mulai terasa tak enak dan kehilangan selera makan. Badan dan kepala terasa berat. Meski demikian saya masih bekerja seperti biasa karena ada hal yang tak bisa ditinggalkan. Hari berikutnya panas badan saya naik mencapai 38°C dan rasanya saya sudah tak kuat lagi untuk bergerak dan memilih untuk 'mengalah' meninggalkan pekerjaan yang seharusnya saya tuntaskan. Istirahat dengan tuntas adalah jalan saya untuk meredakan flu.


Mengira hanya terkena influenza karena tanda gejala Covid 19 seperti mual, diare, batuk dan sesak tidak muncul, saya masih menunda berobat sampai hari ke 4 dan hanya minum paracetamol untuk menurunkan demam. Biasanya, paracetamol bekerja efektif untuk menurunkan demam tinggi seperti gejala typhoid yang biasa saya idap. Saat berobat, dokter menyatakan saya tidak perlu diswab kecuali panas dan pilek tetap berlanjut beberapa hari ke depan.

Selama sakit, tentu saja Zauji yang menemani saya, memastikan saya istirahat dan makan cukup. Kamipun berinisiatif menggunakan masker meski di dalam rumah karena khawatir Ibunda Zauji dan satu ponakan kami yang sedang School From Home tertular juga. Alhamdulillah di hari ke 5, suhu badan saya turun, kondisi badan membaik dan hidung saya tidak lagi 'meler'. Selera makan sudah kembali sehingga saya bisa menambah asupan makanan lebih dari biasanya untuk memulihkan kondisi.

Tak dinyana, di hari ke-6 saya sakit, Zauji tiba-tiba demam tinggi. Berbeda dengan saya yang mengalami pilek, tidak ada gejala lain yang dirasakan Zauji selain badan yang terasa sakit. Selain saya dan Zauji, ada 2 anggota keluarga kami yang sakit dalam waktu bersamaan dan sering berkunjung ke rumah kami. Saat itulah, saya menyadari indera penciuman menghilang. Minyak kayu putih dan balsem yang biasa kami pakai untuk menghangatkan badan tak lagi tercium aroma apapun. Meski terasa membaik namun terkadang rasa lelah dan pusing masih sering muncul.

Konfirmasi Positif Covid 19

Dokter umum menyatakan Zauji hanya terkena flu namun anehnya kondisi semakin memburuk. Di hari berikutnya Zauji muntah tak henti sehingga tepat tengah malam kami inisiatif langsung ke IGD RS terdekat. Karena gejala yang muncul mirip dengan gejala Covid 19, dokter menyarankan agar Zauji melakukan swab antigen. Sebetulnya saya sedikit takut untuk jujur bila saya pun seminggu ini mengalami gejala yang sama.

Selama menunggu Zauji dan berbicara dengan dokter, saya sadar diri untuk duduk berjauhan dan menjaga jarak dengan dokter dan perawat yang sedang bertugas. Namun dokter menyakinkan, kalaupun hasil swab antigen positif, kami ‘tidak akan diapa-apakan’ alias dokter tidak akan marah atau menghakimi kami. Dan bila gejala masih terbilang ringan, kami hanya diwajibkan isolasi mandiri di rumah.

Dokter pun menyatakan, banyak orang yang melakukan swan antigen dan terkonfirmasi positif sehingga kondisi yang 'mungkin' saja nanti kami alami bukan lagi menjadi hal tabu atau aib. Dan benar saja, saat mendaftar di laboratorium, saya bisa melihat list orang-oranng yang melakukan swab antigen dan terkonfirmasi positif. Bahkan meski saat itu dini hari, masih banyak orang yang datang untuk melakukan swab antigen secara sukarela.


Swab Antigen

Saya pun melakukan swab antigen terlebih dahulu. Hanya berselang 15 menit, perawat menunjukan hasilnya. Meski terlihat samar, namun perawat menyatakan saya terkonfirmasi positif. Saya menyampaikan bahwa sebetulnya gejala sudah saya rasakan dalam seminggu namun sudah jauh berkurang, mungkin juga karena beberapa hari saya fokus bergantian menjaga Zauji. Dokter menyatakan gejala yang saya alami bisa jadi lebih ringan disebabkan karena vaksinasi yang sudah saya dapatkan.

Setelah Zauji tenang, saya membujuk Zauji untuk melakukan swab antigen juga. Dan ternyata tak dalam hitungan detik, swab antigen Zauji menunjukan hasil yang sama. Tidak ada yang bisa kami lakukan, dokter hanya memberikan resep obat dan menyarankan kami untuk segera lapor ke puskesmas terdekat dan RT setempat serta melakukan isolasi mandiri di rumah.

  • Hasil swab antigen Zauji

Lapor!!!

Sebagai warna negara yang taat aturan, keesokan harinya kami segera lapor langsung ke puskesmas kelurahan dan RT. Ternyata, pasien Covid 19 tidak mendapat pelayanan di puskesmas langsung tapi lapor melalui whatsapp. Satgas Covid 19 mendata kami sekeluarga dengan melampirkan foto KTP, hasil swab antigen positif dan menyertakan data seperti usia, gejala dan riwayat komorbid.

Setiap KK yang sedang isoman mendapat satu orang pengawas yang akan memonitor kesehatan kami setiap hari. Karena hanya 3 orang yang bersedia diswab, ponakan kami yang tinggal di rumah melakukan swab antigen susulan karena merasakan gejala pusing sehari sebelumnya dan ternyata terkonfirmasi positif pula, maka hanya 3 orang yang dilaporkan kepada Satgas. Sementara Ibunda Zauji yang dimaklumi menolak swab antigen karena lansia diikutkan dalam isoman selama 14 hari karena mulai merasakan pusing dan lemas.




Zauji pun melaporkan kondisi kami kepada pihak RT. Meski ada saja yang menyarankan kami untuk diam-diam saja dan beraktivitas seperti biasa, namun saya tetap bersikeras. Terpapar Covid 19, bukanlah aib, dengan melapor, lingkungan bisa lebih waspada dan tentunya bagi saya sekeluarga akan lebih mudah mendapat bantuan di saat darurat seperti bila harus dirujuk ke RS karena masuk dalam pendataan.

Saat itu juga, saya mengabari keluarga inti kami. Tak lupa, saya mengabari pimpinan di kantor dan teman-teman yang masih beraktivitas dan bertemu saya di saat awal saya terkena flu. Alhamdulillah, usai kegiatan kantor, semua teman saya melakukan swab antigen dan tidak ada yang terpapar.

Isolasi Mandiri

Karena kondisi saya lebih baik daripada yang lain, gejala seperti kepala terasa berat dan lemas yang sesekali muncul terutama saat saya kelelahan, saya lah yang lebih aktif berkomunikasi dengan banyak orang termasuk memastikan ada yang mensuplai kebutuhan kami selama isoman. Sepertinya hal ini karena saya sudah mendapatkan vaksin sehingga relatf lebih mudah pulih.


Alhamdulillah kerabat dan teman sangat banyak membantu dan ‘gercep’ menyediakan kebutuhan harian dan lainnya. Di hari kedua terkonfirmasi, meski tak kemana-mana, makanan, obat, vitamin dan lainnya sudah tersedia di rumah dalam jumlah berlimpah, termasuk resep dokter yang ditebus teman-teman kantor. Saya pun menutup pintu bagi siapapun yang berkunjung termasuk pihak RT dan kelurahan yang memberikan bantuan ke rumah. Semua hanya diberi akses sampai teras saja, termasuk pengantar paket yang hampir setiap hari mengirimkan bala bantuan.

Saya pun berkonsultasi dengan seorang teman yang terlebih dahulu sembuh dari Covid 19 terutama memastikan pengalaman sebagai penyintas Covid 19 yang mempunyai komorbid. Ternyata gejala yang dirasakan plek ketiplek dengan Zauji, panas tinggi dan sekujur badan sakit. Saya juga berkonsultasi dengan teman penyintas Covid yang isoman dengan lansia.

Bidan Endah, nakes pengawas keluarga kami sangat baik dan bersedia dikontak kapan pun mengingat ada pasien komorbid dan lansia di rumah kami. Beliau juga menawarkan untuk melakukan PCR dan obat-obatan gratis yang harus kami bawa sendiri ke puskesmas.

Karena tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan, Bidan Endah menyampaikan bahwa obat dan vitamin seperti vitamin D, vitamin E, vitamin C, Zink, dan antivirus (hanya saya yang minum) yang ada di rumah sudah cukup untuk kami.

Meski di awal kami masih bisa bercanda, namun ternyata hari-hari berikutnya lebih ''mencekam''. Pengalaman terpapar covid 19 bagi yang sudah divaksin jadi pelajaran yang membuat kami semakin waspada dan lebih memahami bagaimana menjaga diri dari Covid 19.

Related Posts

Post a Comment