Salah satu hal yang saya sukai saat mengunjungi berbagai daerah di Indonesia adalah bisa melihat langsung rumah adat setempat. Sulawesi Selatan menjadi salah satu provinsi yang dulu sering kami kunjungi. Rumah adat Sulawesi Selatan menjadi salah satu hal yang mempesona selama perjalanan.
Rumah Adat
Di Indonesia terdapat lebih dari 1.300 suku dari 300 kelompok etnik yang tersebar di 17.380 pulau. Setiap suku pastinya budaya dan tradisi tersendiri yang bisa membuat kita berdecak kagum. Suku yang berasal dari Sulawesi berjumlah sekitar 7.634.262 atau 3,22% dari jumlah rakyat Indonesia (sumber laman https://indonesia.go.id/mediapublik/).
Sulawesi Selatan memiliki 8 suku yang terdiri dari suku Makassar, suku Bugis, suku Mandar, suku Massenrempulu, suku Konjo Pegunungan, suku Konjo Pesisir dan suku Bentong. Suku Bugis menjadi suku dengan jumlah populasi terbanyak.
Setiap suku pastinya memiliki budaya dan adat istiadat masing-masing termasuk rumah tradisional yang unik dengan segala kekhasannya.
Salah satu pengalaman yang berkesan saat mengunjungi Sulawesi Selatan adalah saat saya harus travelling sendirian ke Bulukumba yang berjarak lebih dari 160 km atau 6 jam perjalanan menggunakan mobil. Saya juga sempat mampir di Jeneponto untuk mencicipi coto kuda.
Sepanjang jalan saya terpesona dengan rumah adat dengan bentuknya yang khas. Di Jawa Barat sendiri sudah sangat jarang saya temui rumah tradisional Jawa Barat yang dikenal dengan sebutan Jolopong, rumah panggung berdinding kayu dengan atapnya memanjang dan berbentuk segitiga sama kaki seperti tergolek lurus atau jolopong (terkulai). Mungkin rumah tradisional yang terakhir saya lihat ada di Kampung Naga.
Karena duduk di dekat jendela, saya asyik memperhatikan jejeran rumah adat yang benar-benar masih asli dengan dinding kayu dan atap seng. Hampir semuanya berbentuk rumah panggung seperti halnya rumah tradisional di Indonesia yang berfungsi untuk menghindari dari banjir dan binatang buas.
Saat tiba di Bulukumba, tentunya saya diajak jalan-jalan berkeliling kota termasuk melihat indahnya Pantai Tanjung Bira, pantai kebanggaan Bulukumba. Kami juga mampir di Kecamatan Kidang, kecamatan di Bulukumba yang berada di dataran tinggi. Ya, Bulukumba memang unik karena memiliki pantai sekaligus dataran tinggi yang dingin.
Rasa penasaran membuat saya nekad meminta ijin salah seorang warga yang rumahnya masih berupa rumah tradisional. Beliau mengijinkan saya masuk dan menerangkan sekilas bentuk rumah adat Sulawesi Selatan ini.
Rumah panggung yang kami kunjungi berdiri di atas tiang-tiang kayu yang kokoh dengan ketinggian 2–3 meter dari tanah. Bahan utama rumah tradisional Sulawesi Selatan biasanya berasal dari kayu ulin, Eusideroxylon zwageri, yang dikenal karena kekuatannya dan tahan rayap sehingga biasa disebut kayu besi. Kayu jati juga kerap digunakan karena kekuatannya yang juga teruji.
Atap rumah awalnya menggunakan rumbia atau ijuk meski kini banyak diganti dengan seng atau genteng seperti layaknya rumah modern.
Rumah panggung ini benar-benar rumah adat Sulawesi Selatan asli seperti yang saya lihat di sepanjang perjalanan yang masih menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, tanah liat, batu alam, rumbia, dan pelepah pohon yang dikeringkan.
Bagian-Bagian Rumah
Kami masuk ke rumah bagian bawah yang masih beralaskan tanah, Bagian ini biasa disebut Rakppa’ atau kolong rumah. Rakppa’ biasa digunakan untuk menyimpan peralatan berkebun, hasil panen, kayu bakar atau sebagai kandang ternak.
Kami juga diperlihatkan pengolahan kopi tradisional yang terbuat dari kayu. Di halaman rumah kami memang melihat pohon kopi tumbuh dengan subur.
Dapur masih menggunakan tungku tradisional menggunakan kayu bakar. Kami sempat mengintip kamar mandi yang ternyata ada di bagian Rakppa' ini. Meski berdinding kayu dan bambu, kamar mandinya sudah menggunakan desain dengan toilet modern.
Kami diperkenankan untuk naik ke Bola atau badan rumah yang berfungsi sebagai ruang utama untuk aktivitas keluarga melalui tangga kayu. Bagian dari Bola adalah :
- Leppe Ballo yaitu teras depan untuk menerima tamu. Teras depan ini dicat dengan cat warna merah, pink dan putih yang menarik mata. Hanya bagian ini yang tersentuh cata selebihnya nampak alami. Kami duduk dan berfoto atas ijin pemilik rumah.
- Ruang tengah yang berfungsi sebagai pusat kegiatan keluarga. Tak ada plafon sehingga kami bisa melihat langsung kaso, reng dan seng. Ruangan yang cukup luas ini terasa nyaman tanpa hawa panas yang menunjukan sirkulasi udara yang maksimal.
- Ruang belakang digunakan untuk dapur dan tempat penyimpanan makanan.
Bagian atap atau yang biasa disebut Rakkeang digunakan untuk menyimpan padi dan hasil panen lain. Sepertinya di rumah ini, Rakkeang tidak lagi difungsikan karena hasil panen disimpan di kolong rumah. Kami melihat ada antena parabola di halaman.
Kami juga mampir ke rumah salah seorang rekan yang mengantar kami yang jalan-jalan. Rumah beliau nampak lebih modern dengan sentuhan warna kuning dan hijau. Jendela tinggi dan kokoh menambah keanggunan. Rumah ini terletak di pinggir jalan tanpa ada halaman luas. Bagian kolong nyaris tak terlihat karena terhalang pagar rumah.
Dengan banyaknya suku di Sulawesi Selatan, rumah adat seperti Tongkonan, rumah adat suku Toraja atau rumah Boyang, rumah adat suku Mandar akan memiliki perbedaan yang semakin menampakan kekayaan nusantara.
Sepulang dari Bulukumba, saya mampir ke Balla Lompoa, bangunan megah berarsitektur khas rumah adat Sulawesi Selatan, khususnya Bugis - Makassar. Balla Lompoa merupakan rekonstruksi istana Kerajaan Gowa yang didirikan pada tahun 1936. Teman Menong bisa melihat kemegahannya yang mempesona.



Post a Comment
Post a Comment