Apa Saja Mitos Sunda?

Post a Comment
 Nusantara kita yang tercinta ini memiliki banyak sekali kebudayaan. Kebudayaan sendiri merupakan perwujudan dari beragam pengalaman yang dialami masyarakat yang selalu ada atau bersifat dinamis. Bila berbicara mengenai mitos, sering kali kita menghubungkan mitos dengan kebudayaan yang dipegang masyarakat, termasuk mitos Sunda.

Mite atau mitos merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, 'muthos' yang secara harfiah bermakna sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan orang.

Mitos biasanya dipercaya dan diceritakan lisan secara turun temurun. Mitos bisa berupa larangan atau hal tabu yang tak boleh dikerjakan. Mitos pada umumnya menceritakan fenomena alam atau asal usul suatu kejadian atau benda. Mitos seringkali digunakan untuk menanamkan norma dan keyakinan tertentu.

Dalam bahasa Sunda, pantangan atau larangan ini disebut dengan ‘pamali’. Pamali biasanya berupa perkataan sesepuh karena memang tak ada panduan tertulis dan bila pamali dilanggar akan ada akibatnya. 

Kata ‘pamali’ sendiri sudah dimasukan kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti larangan atau pantangan secara adat.

Sebagai orang yang besar di lingkungan Sunda, saya mengenal banyak sekali mitos yang dikenal di tanah Sunda. Dan tentu mitos dineal di setipa kebudayaan.

Teman Menong yang berasal dari Jawa Barat atau memiliki darah Sunda mungkin pernah mendengar beberapa mitos berikut ini:

Ulah dahar sabari ditanggeuy 

Larangan dalam mitos ini akan menyebabkan Dewi Sri (dewi padi) marah bila dilanggar.

Ditanggeuy merupakan istilah untuk menggambarkan cara membawa barang dengan posisi telapak tangan yang ditadahkan sementara posisi lengannya dan siku tegak. Secara etika, makan dengan posisi seperti ini akan menunjukan ketidaksopanan karena tentu saja posisi makan yang baik adalah duduk tenang dengan posisi piring diletakan di atas meja atau memegang piring dengan posisi yang tepat.

Posisi 'ditanggeuy' akan menyebabkan isi piring mudah tumpah atau bahkan piring yang sedang dipegang akan jatuh.

Ulah dahar bari sare bisi gede hulu

Tentu saja teman Menong akan mudah menerjemahkan salah satu mitos tanah Sunda terkenal ini. Rasanya kita selalu diajarkan untuk tidak makan sambil tiduran karena pastinya akan mengganggu organ pencernaan seperti refluks atau naiknya asam lambung ke kerongkongan.

Ulah diuk na lawang panto

Ini adalah salah satu mitos paling terkenal di tatar Sunda yang berarti "Jangan duduk di depan pintu biar tidak sudah dapat jodoh."
Larangan ini biasanya berlaku untuk anak gadis yang belum menikah. Seorang gadis remaja sangat tabu untuk duduk tepat di di depan pintu karena bisa membuatnya susah mendapatkan jodoh. 
Secara etika, pastinya larangan ini sangat masuk akal karena akan menghalangi orang yang akan melewati pintu sehingga tamu yang ingin berkunjung untuk menyambung silaturahim (bisa jadi mencarikan jodoh untuk kerabatnya) akan terhalang dan tak bisa masuk rumah.

Ulah ngagunting kuku peuting peuting

Larangan ini berlaku bagi siapapun untuk tidak memotong kuku di malam hari. Menggunting kuku di malam hari bisa mengakibatkan tertimpa nasib sial, stress atau gila. Secara logika, larangan ini sangat masuk akal karena jaman dahulu penerangan belumlah seterang sekarang. Tak ada gunting kuku modern. Bisa jadi alat yang digunakan untuk memotong kuku berupa pisau atau silet yang pastinya mudah melukai jari atau tangan.

Ulah dahar bari ceplak

Ceplak adalah istilah untuk menggambarkan mengunyah dengan menimbulkan suara. Secara etika, pastinya sangat tidak sopan bila saat kita makan bersama-sama, suara kunyahan kita terdengar jelas.

Ulah dahar cau pangsisina bisi kasisikeun

Nah, ini dia salah satu mitos lain yang masih diterapkan Ibunda Zauji hingga sekarang. Meski kami semua sudah dewasa, Ibunda Zauji selalu melarang kami untuk menyantap pisang bagian sisi di setiap sisirnya. Bagian ini akan Ibunda Zauji pisahkan terlebih dahulu. Bahkan saat mengolah pisang menjadi camilan lain seperti pisang goreng atau kolak.

Potongan pisang di kedua sisi akan dibedakan sehingga hanya Ibunda Zauji saja yang boleh menyantapnya. Satu hal yang menarik, Ibunda Zauji bahkan berasal dari tanah Jawa, tepatnya Jawa Tengah yang ternyata memiliki kesamaan mitos mengenai 'cau pangsisina' atau 'pisang paling sisi/pinggir'.

Ulah ngadiukan bantal bisi bisul

Jangan duduk di atas bantal kalau tak ingin kena bisul.Mitos ini sering kami dengar semasa kecil dulu saat kami sering kali bermain-main dengan bantal dan mendudukinya. 
Mitos ini secara tidak langsung mengajarkan etika. Bantal biasa digunakan untuk kepala dan tentunya tak etis bila diduduki.

Ulah nyesakeun sangu dina piring bisi sasatoan paeh

Mitos ini berarti jangan menyisakan nasi di piring supaya hewan peliharaan kita tidak mati. Logika mitos ini mengajarkan agar kita menghargai makanan yang disajikan dan tidak membuang-buang makanan yang kita miliki.

Ulah dahar dina coet

Jangan makan dari cobek. Mitos ini berlaku untuk gadis remaja agar tidak mendapatkan jodoh kakek-kakek saat menikah kelak. Secara etika, tentunya tidak etis bila kita makan makanan langsung dari cobek tempat kita menghaluskan bumbu masakan.

Mitos Sunda sebagian masih dipercaya hingga kini. Meski terkesan ketinggalan jaman, teman Menong bisa melihat filosopi dibaliknya. Dan pastinya beberapa dapat dibuktikan secara sains.

Related Posts

Post a Comment